Begini Hitungan Faisal Basri Soal Pajak Ekspor Batu Bara

Jakarta, pojokdepok.com – Ekonom Senior Faisal Basri mendesak pemerintah untuk menerapkan pajak ekspor batu bara, sebagai langkah mengendalikan harga batu bara di dalam negeri. Sehingga, ia menilai, pemerintah tidak perlu menerapkan skema pembelian batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) melalui Badan Layanan Umum (BLU) pungutan batu bara.

Dalam diskusi tentang Krisis Batu Bara Dalam Negeri, Faisal Basri menyampaikan, detil dan besaran ideal pajak ekspor batu bara yang bisa dikenakan oleh perusahaan-perusahaan pertambangan batu bara.

Contohnya, besarnya pajak ekspor batu bara dikalikan dengan jumlah batu bara yang diekspor. Sehingga, harga batu bara di pasar akan turun.

Sementara itu, bagi para konsumen batu bara di Indonesia seperti pabrik dan sebagainya diberikan keringanan biaya dari harga yang ada.

“Pajak ekspor berapa? Dihitung oleh pemerintah, industri semen dan industri batu bara ongkos produksinya berapa, bikinlah rata-rata, plus keuntungan normal, katakanlah 10%. Keluarlah angka, misalnya 60%. Pada level 60%, misalkan pajak ekspor 0. Kalau harganya 150, 25%. Kalau 200, 50%,” papar dia.

Adapun, lanjut dia, pajak ekspor akan masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sehingga, tidak ada kebijakan DMO dan BLU.

“Pokoknya setiap batu bara yg dikapalkan, tidak bisa itu kapalnya meninggalkan pelabuhan sebelum pajak ekspor. Tidak ada sanksi,” tegas Faisal.

Faisal merinci, dengan ditetapkannya pajak ekspor batu bara, pemerintah bisa mendapatkan US$ 117 triliun.

“Oleh karena itu, kenakan pajak ekspor sesuai amanat konstitusi dan bea batu bara. Pajak ekspor ini masuk APBN, bea batu bara masuk BLU. Bea batu bara digunakan untuk membiayai lingkungan energi dalam transisi energi. Jadi pajak ekspor itu buat bayar utang, buat realokasi orang miskin di APBN,” tutur dia.

[Gambas:Video CNBC]

(pgr/pgr)