pojokdepok.com -, Presiden Joko Widodo bisa saja dianggap melakukan politik sandera jika merombak kabinet untuk tujuan terkait ide penundaan pemilu 2024.
Analis politik Dedi Kurnia Syah menilai, reshuffle tidak semestinya terjadi bila pertimbangan yang digunakan adalah ide penundaan pemilu 2024.
“Jelas sulit dipahami dalam koridor demokrasi,” kat dia kepada pojokdepok.com -, Jumat (11/3/2022).
baca juga:
Jika terjadi reshuffle, sebut Dedi, maka menteri berlatarbelakang partai politik yang paling mungkin jadi sasaran.
“Semua tokoh parpol koalisi yang tidak mendukung penundaan (pemilu) bisa terancam posisinya (di kabinet),” imbuh dia.
Selain itu, Dedi berpandangan apabila reshuffle terdapat muatan untuk menekan agar menyetujui atau mengumandangkan penundaan pemilu maka parpol yang paling tertekan adalah PKB dan PAN.
“Kenapa? Karena partai ini ketua umumnya tidak secara penuh menguasai partainya sendiri. Sehingga ketika ada tekanan dari luar kemudian tekanan itu bisa saja melakukan sabotase internal parpol. Maka ketua umum bisa saja terancam dari posisinya,” terangnya.
Berbeda dengan PDIP, Gerindra dan NasDem. Ia mencontohkan NasDem dipimpin Surya Paloh yang juga merupakan pendiri sehingga ketika NasDem ditekan maka Surya Paloh memiliki kekuasaan atas partainya.
“Begitu juga dengan Prabowo yang punya kekuasaan atas partainya sendiri dan juga PDIP punya kekuasaan atas partainya sendiri, Megawati. Ini yang saya maksud bahwa secara psikologis kelompok ini berbeda,” tuturnya.
“Untuk menggulingkan Prabowo dan Gerindra sesuatu hal yg mustahil begitu dengan menggulingkan Surya Paloh dan atau bahkan menggulingkan Megawati begitu saja,” imbuhnya.
Apabila pergantian menteri benar terjadi, Dedi mengatakan Presiden Jokowi akan mempertimbangkan posisi PAN untuk mengisi reshuffle. Tetapi semua itu bergantung dari dialog mitra koalisi.
“Jika ada kerelaan posisi mitra koalisi berkurang maka reshuffle menyasar kementerian minim gejolak, terutama di bidang Menko PMK. Atau jika menyasar kelompok non parpol lebih mungkin menyasar kementerian ekonomi, semisal perdagangan atau kementerian pendidikan,” ungkap dia.
Sementara itu, Dedi juga menyoroti dari rapor menteri kabinet Indonesia Maju. Menurutnya, tidak ada yang menonjol dari kinerja menteri, bahkan cenderung bekerja tanpa koordinasi yang baik.
“Publik sering dihadapkan pada polemik karena gagalnya pemerintah lakukan koordinasi. Hasilnya, kegaduhan lebih sering mengemuka dibanding prestasi,” pungkasnya.[]

