Jakarta, pojokdepok.com – RI punya cita-cita menjadi pemain baterai kendaraan listrik (EV) global pada 2027 mendatang. Indonesia punya kekuatan berupa sumber daya alam yang melimpah, juga merupakan pasar terbesar di Asia Tenggara.
Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers, Jumat (17/09/2021), mengatakan RI menguasai pasar otomotif Asia Tenggara sebesar 43%.
Selain itu, RI bahkan pemilik cadangan nikel terbesar dunia. Selain nikel, RI juga memiliki cadangan mineral lain seperti kobalt dan mangan. Jika membangun pabrik baterai kendaraan listrik di Indonesia, maka akan lebih efisien.
“Kita ada bahan baku yang tidak ada di negara lain, kita ada cadangan nikel. Kita ada tiga (sumber daya baterai), nikel, kobalt, mangan semua di Indonesia,” ungkapnya dalam konferensi pers, Jumat (17/09/2021).
Kemudian, upaya yang dilakukan pemerintah RI demi mencapai cita-cita menjadi pemain baterai dunia adalah dengan memberikan ruang yang baik, serta kemudahan perizinan.
“Gak ada lagi tukang palak, urusan barang ini gak ada lagi main-main di tikungan ini libatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),” ujarnya.
Seperti diketahui, pada Rabu (15/09/2021), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyaksikan groundbreaking pabrik industri baterai kendaraan listrik yang dikelola PT HKML Battery Indonesia di Karawang, Jawa Barat. Ini menandai dimulainya pembangunan pabrik baterai EV senilai US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun ini.
Bahlil mengungkapkan pabrik baterai EV yang dibangun di Karawang, Jawa Barat, ditargetkan tuntas proses konstruksi atau pembangunannya pada September 2022. Lalu, pada 2023 pabrik baterai EV ini sudah bisa beroperasi secara komersial.
Adapun kapasitas produksi sel baterai EV ini menurutnya mencapai 10 Giga Watt (GW).
“Pabrik baterai 10 GW ini akan selesai konstruksi September 2022 dan produksi di 2023. Jadi, insya Allah sebelum masa kabinet periode kedua selesai, ini sudah clear pembangunannya,” tuturnya.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pun telah membentuk Indonesia Battery Corporation (IBC) atau PT Industri Baterai Indonesia. IBC sendiri memiliki beberapa peran dalam mengejar target tersebut.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM Agus Tjahajana pun menjabarkan peran IBC.
Berdasarkan bahan paparannya di Webinar ‘Mineral for Energy’ Jumat malam, (10/09/2021), disampaikan pada 2021 hingga 2023 IBC akan membangun pabrik baterai dan memenuhi kebutuhan domestik.
Secara rinci, pada tahun ini akan dibangun pabrik hulu di antaranya smelter nikelnya untuk bahan baku komponen baterai.
Kemudian, akan dibangun pabrik baterai untuk kendaraan listrik (EV) roda dua dan Energy Storage System (ESS) atau “power bank” raksasa, serta manufaktur baterai kendaraan listrik skala kecil dengan sel baterai masih diimpor.
Selanjutnya, target 2024-2026 adalah menjadi pemain global untuk bahan baku baterai, serta menjadi pemain regional untuk baterai EV.
Target yang akan dicapai dalam rentang waktu tersebut adalah membangun pabrik baterai guna memenuhi kebutuhan kendaraan roda empat, roda dua, dan ESS. Selain itu, memulai produksi hulu dan peningkatan produksi baterai kendaraan listrik untuk kebutuhan domestik.
Selanjutnya, pada 2027 akan melakukan ekspansi kapasitas menjadi pemain baterai EV global dan pemain EV regional. Hal ini dicapai dengan melakukan perluasan kapasitas hulu dalam skala global.
Lalu, memperluas kapasitas pabrik baterai roda empat, roda dua, dan ESS untuk skala global. Selain itu, ditargetkan bisa memasok baterai EV untuk pasar OEM domestik, regional dan global. Dan terakhir, mendirikan pabrik daur ulang untuk skala regional dan global
“Kalau semua ini selesai, kita bisa sumbang sekitar US$ 25 miliar pada peningkatan Gross Domestic Product (GDP), menyerap 23 ribu orang dan trade balance US$ 9 billion,” ungkapnya.
(wia)