Nama Dedi Mulyadi Masuk ‘Big Seven’ Kandidat Capres 2024, Ini Kata Pengamat

pojokdepok.com – Pengamat Politik Karyono Wibowo memberikan penjelasannya terkait nama mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang masuk kategori ‘big seven’ Capres 2024 versi Lembaga Survei Jakarta. 

Karyono menjelaskan, elektabilitas Dedi Mulyadi meroket dikarenakan perjalanan karier politiknya yang sempat menjabat sebagai kepala daerah selama dua periode. Setidaknya hal tersebut menjadi rekam jejak kontestasi Pilpres. 

“Soal elektabilitas Dedi Mulyadi lebih tinggi dari Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, mungkin bisa disebabkan karena Dedi Mulyadi pernah memimpin suatu daerah menjabat Bupati Purwakarta dua periode dan pernah menjadi calon Wakil Gubernur Jawa Barat dan cukup populer,” kata Karyono saat dihubungi oleh pojokdepok.com –, baru-baru ini.

baca juga:

Karyono memberikan penegasan jika elektabilitas Dedi Mulyadi meningkat dibanding Ketua Umum partainya sendiri. “Setidaknya sudah memiliki modal sosial dan rekam jejak dalam kontestasi elektoral dibanding Airlangga,” tegasnya. 

Namun, jika melihat dari sepak terjang lembaga survei belakangan ini. Perbedaan data jelas terlihat begitu mencolok. Maka dari itu, ia menjelaskan, karena terbukanya kebebasan berpendapat menjadi alasan bahwa siapapun dapat melakukan survei. 

“Saya sendiri tidak heran jika belakangan ini selalu ada perbedaan data survei. Apalagi sekarang ini sedang menghadapi musim Pemilu, di mana setiap musim Pemilu selalu muncul lembaga survei dadakan. Hal ini disebabkan karena semakin terbukanya kebebasan berpendapat yang memberikan ruang siapa saja untuk melakukan survei,” ujarnya. 

Karyono membeberkan alasan carut marutnya hasil survei ini yang ternyata dilandasi oleh beberapa faktor diantaranya;

Pertama, terjadinya simbiosis mutualisme antara aktor-aktor politik dengan lembaga survei yang saling menguntungkan.

Kedua, iklim kompetisi politik yang semakin terbuka (liberal) menciptakan peluang industri baru “lembaga survei” yang juga saling berkompetisi.

Ketiga, adanya keyakinan aktor politik bahwa hasil survei bisa mempengaruhi opini publik dan preferensi pemilih. 

“Padahal, hasil survei perilaku pemilih membuktikan bahwa hasil survei elektabilitas yang dipublikasikan tidak berpengaruh signifikan terhadap pilihan masyarakat terhadap kandidat. Justru yang berpengaruh signifikan yakni faktor kebribadian (personality), rekam jejak positif, success story, kapabilitas, kompetensi, dan lain-lain,” pungkasnya. 

Maka dari itu, persoalan mengenai hasil survei ini semestinya menjadi dorongan bagi lembaga asosiasi survei seperti Aropi (Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia) dan Persepi (Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia).

Hal tersebut dilakukan untuk melakukan pengawasan, penertiban, audit data, peringatan, sanksi dan memberikan pendidikan kepada lembaga survei yang tidak memenuhi kaedah ilmiah.

“Sekarang saatnya Aropi dan Persepi segera bertindak,” pungkas Karyono. []