Peradaban Baru Transportasi Jabodetabek

Jakarta, CNBC Indonesia – Cerita transportasi di Jabodetabek terekam dalam banyak lagu-lagu populer. Misalnya Iwan Fals bercerita tentang oplet dalam lagu Barang Antik. Dengan gayanya yang khas, sang maestro merekam secara baik cerita oplet, alat transportasi yang pernah merajai jalanan Ibu Kota.

Ketika lagu ini dirilis pada 1984, Iwan menceritakan oplet menjadi transportasi usang yang berjalan lambat, berisik, dan berjalan zig-zag karena menaikan dan menurunkan penumpang semaunya. Bus, mikrolet dan bajaj yang dianggap menjadi ‘pembunuh’ oplet pun memiliki catatan-catatan dalam sejarah. Contohnya, lagu Bis Kota, yang merupakan proyek solo Achmad Albar dan dirilis pada tahun 1990 atau 31 tahun lalu.

Suasana rebutan tanpa mengenal kata antre hingga kondisi bis yang penuh sesak digambarkan secara gamblang dalam lirik lagu rock ini. Kesan transportasi kelas bawah dan jauh dari kenyamanan pun tak luput dari perhatian Achmad Albar.

Bagaimana dengan mikrolet dan bajaj? Pengalaman menggunakan kedua transportasi ini serasa masih jauh dari peradaban kota modern. Misalkan cerita mikrolet yang ngetem panjang di pertigaan hingga membuat kemacetan. Kadang kala kita mendengar ada kejahatan yang menimpa penumpang transportasi ini.

Kisah transportasi Jabodetabek zaman dahulu ini seolah-olah membuat budaya tersendiri. Budaya antre di halte bus seolah-olah tak pernah ada, ketika penumpang masih memaksa naik dalam bus yang penuh sesak dan miring ke kiri.

Budaya bersih juga hal langka ketika makan dan minum masih kerap dilakukan di transportasi umum. Bahkan membuang sampah sembarangan di transportasi umum pun belum tentu mendapat teguran, baik dari penumpang lain maupun sopir.Berikutnya budaya ngaret atau terlambat tak jarang kita temui. Macet di transportasi umum jadi alasan pamungkas, ketika datang terlambat.

Bagaimana dengan budaya patuh lalu lintas? Hal ini dinegasikan dengan banyaknya terminal bayangan, pengendara ugal-ugalan, hingga cerita klasik Metro Mini maut, yang merenggut nyawa karena sopirnya kebut-kebutan.

Namun, cerita-cerita lama tersebut lambat laun mulai hilang, seiring dengan perkembangan transportasi ibu kota. Misal lewat Transjakarta yang hadir mulai dari 2004, budaya antre menjadi salah satu kebiasaan.

Dengan jalur yang sudah disusun dengan baik, peluang orang lain menyerobot antrean pun kian dipersempit. Sistem yang sama pun diberlakukan di commuterline, MRT, dan LRT.

Selain budaya antre, semua moda transportasi ini melarang penumpang untuk makan, minum dan membuang sampah sembarangan. Suasana pelaju commuterline saat ini jauh berbeda dengan suasana perjalanan KRL di era 1990-an.

Kecepatan transportasi publik pun menumbuhkan budaya tepat waktu. Dengan jadwal yang bisa diandalkan, perjalanan transportasi publik jadi bisa lebih terukur.

Menjawab tantangan perkembangan zaman, saat ini moda transportasi mengimbau penggunanya untuk membeli tiket dengan cara cashless atau non-tunai, terutama di tengah pandemi. Lebih canggih lagi, penumpang cukup melakukan scan barcode dari smartphone untuk bisa melewati gate moda transportasi.

Penumpang kereta commuterline mengantre di Stasiun Tanah Abang, Senin (12/10/2020). Di hari pertama PSBB saat jam pulang kantor Stasiun Tanah Abang terpantau sepi. Antrean penumpang terlihat hanya saat petugas memberlakukan sistem buka tutup untuk mencegah penumpukan penumpang di dalam Stasiun. (pojokdepok.com/Andrean Kristianto)Foto: Penumpang kereta commuterline mengantre di Stasiun Tanah Abang, Senin (12/10/2020). Di hari pertama PSBB saat jam pulang kantor Stasiun Tanah Abang terpantau sepi. Antrean penumpang terlihat hanya saat petugas memberlakukan sistem buka tutup untuk mencegah penumpukan penumpang di dalam Stasiun. (pojokdepok.com/Andrean Kristianto)

Singkat cerita, perlahan wajah transportasi Jabodetabek berubah dan berbenah menuju peradaban transportasi maju seperti di kota-kota besar dunia.

Pengamat transportasi Darmaningtyas mengatakan perubahan budaya transportasi di Jabodetabek bersumber dari transformasi moda transportasi beserta aturan barunya.

“Rekayasa teknik yang dilakukan di transportasi pada akhirnya menghasilkan rekayasa sosial dan budaya,” ujarnya Sabtu (18/9/2021).

Contoh paling sederhana adalah naik Transjakarta tidak bisa dari sembarang tempat, harus dari halte yang telah ditentukan. Kemudian gerbang untuk naik turun penumpang pun sudah diatur sedemikian rupa agar teratur.

Kondisi ini sudah jauh berbeda dengan bus kota di Jakarta zaman dahulu ketika naik turun penumpang bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja.

Contoh lain dari pengetatan aturan adalah tidak ada lagi yang naik KRL di atas kereta. Kejadian ini menjadi pemandangan sehari-hari bagi penumpang kereta 80-an dan 90-an. “Sekarang kalau ada yang naik di atas, KRL tidak akan jalan,” ujarnya.

Budaya transportasi di Jabodetabek dinilai Darmaningtyas masih akan terus bergerak seiring dengan transformasi integrasi transportasi baik secara fisik maupun sistem pembayaran. Salah satu contoh integrasi fisik yang dilakukan seperti yang ada di stasiun MRT CSW, Stasiun Senen, Stasiun Tebet, dan lain sebagainya.

Menurutnya, budaya bertransportasi ini akan terus bergerak seperti yang terjadi di negara maju. Masyarakat akan meninggalkan kendaraan pribadi karena transportasi umum terbukti lebih cepat, murah, dan efisien.

“Ini bisa dimulai dari diri sendiri bila masing-masing sudah merasakan efisien dan efektif dalam transportasi umum. Selain itu, juga niatan untuk mengurangi kemacetan, mengurangi penggunaan bahan bakar, polusi dan lain-lain,” ujarnya.

Tak hanya integrasi fisik, Jabodetabek pun segera menikmati integrasi sistem pembayaran transportasi akan dipelopori oleh PT JakLingko Indonesia. Nantinya pembayaran transportasi tidak perlu dilakukan berkali-kali, meskipun kita berpindah moda transportasi.

Di sini bukan hanya budaya non tunai yang hadir, namun juga digitalisasi, hingga tanpa sentuhan. Pada waktunya, masyarakat tak perlu lagi membawa dompet dalam berpergian, hanya sebuah kartu atau telepon genggam.

Corporate Secretary PT JakLingko Indonesia Ahmad Rizalmi menambahkan bahwa harapan masyarakat untuk mendapatkan layanan terintegrasi dengan harga terjangkau dan seamless tersebut ditargetkan dapat terwujud lengkap di Agustus 2022 (fase ke-3) dari project Elektronifikasi Integrasi Pembayaran Transportasi Jabodetabek (EIPTJ) dan Mobility as a Services (MaaS) ini.

“Nanti di fase ke-3, masyarakat dapat menikmati perjalanan menggunakan transportasi umum dalam satu genggaman. Bisa membeli tiket berlangganan, merencanakan rute perjalanan secara real time, juga bisa juga digunakan untuk multi pembayaran lewat JakLingko SuperApp,” ungkap Rizalmi.

Menyoal transportasi ini, Kementerian Perhubungan pada Rabu (1/9) secara resmi memulai rangkaian kegiatan dalam rangka memperingati Hari Perhubungan Nasional (Harhubnas) Tahun 2021 yang jatuh pada 17 September 2021. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi hadir langsung membuka kegiatan kick off rangkaian kegiatan Harhubnas 2021 yang berlangsung secara virtual dan disaksikan oleh para insan perhubungan di Indonesia, baik dari unsur Kemenhub, Dinas Perhubungan Provinsi/Kabupaten/Kota, Operator BUMN/Swasta sektor transportasi, dan stakeholder terkait lainnya.

Tahun ini, pelaksanaan Harhubnas mengusung tema “Bergerak, Harmonikan Indonesia”. Melalui tema ini diharapkan insan perhubungan yang terdiri dari berbagai unsur seperti Kemenhub, Pemerintah Daerah, maupun stakeholder lainnya, dapat saing bekerja sama bergerak, serta berkolaborasi dengan baik, serta dapat mengesampingkan ego sektoral sehingga mampu membawa perubahan lebih baik bagi sektor transportasi dan memberikan pelayanan paling prima bagi masyarakat Indonesia.

sumber berita

(yun/yun)