UI Diminta Transparan Soal Dugaan Gratifikasi Doktor Bahlil

Praktisi Hukum Deolipa Yumara. (Istimewa)
Praktisi Hukum Deolipa Yumara. (Istimewa)

Pojokdepok.com – Praktisi hukum Deolipa Yumara mendesak rektorat kampus UI bersikap transparan soal hasil investigasi yang masih berlangsung.

Pasalnya, dia menduga ada praktik gratifikasi yang dilakukan dalam proses akademik yang ditempuh Bahlil untuk mendapat gelar Doktor. Dia menduga sejumlah kejanggalan yang terjadi.

Misalnya, nilai cumlaude yang tak sesuai dengan masa pendidikan, hingga adanya dugaan pencatutan data.

“Kalau dugaan (gratifikasi) seperti ini, apalagi tiba-tiba cumlaude ya, ini dugaan gratifikasi ini ada. Apalagi mereka yang kemudian mempromosikan diduga adalah orang dekatnya si Bahlil. Jadi, dugaan gratifikasi ini kita duga ada, tapi kita nggak tahu sejauh mana proses gratifikasi ini berlangsung, makanya kita kejar nih para pihak yang melakukan promosi tersebut,” katanya, Kamis (19/12/2024).

Dia berpandangan, penangguhan gelar doktor terhadap yang bersangkutan perlu diakhiri sanksi tegas. Misalnya tidak menjadikan Bahlil dengan predikat Cumlaude atau bahkan dibatalkan gelar doktornya.

“Paling tidak diganti jadi doktor biasa atau dibatalkan, walaupun nanti kemudian akan mencoreng nama baik UI juga,” tegasnya.

Sebagai alumni UI, Deolipa dan sejumlah Ikatan Alumni UI (Iluni) mengeluarkan pernyataan sikap dengan membuat petisi. Saat ini sudah ada puluhan ribu alumni yang mendukung petisi tersebut.

“Petisi dari alumni UI sudah banyak, sudah sekira 20-an ribu. Isinya mendesak gelar doktor si menteri Bahlil itu dievaluasi atau dibatalkan,” ungkapnya.

Lulusan Fakultas Hukum UI itu menuturkan, hal ini penting untuk disampaikan karena menyangkut kredibiltas kampus. Dia berharap rektor yang baru dilantik beserta jajaran fokus untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Dia mencatat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

“Persoalannya adalah dia mendapatkan status cumlaude, padahal data (disertasi) itu adalah data catatan dari jaringan advokasi tambang,” bebernya.

Dia mendesak agar UI lebih jeli dalam menyikapi persoalan ini. Kemudian, gelar doktor cumlaude ini seharusnya sempurna. Nilai IPK-nya paling tidak 3,9 sampai 4.
“Nah, doktor cumlaude ini juga harusnya sempurna,” katanya.

Namun ternyata ada data-data yang dipakai dalam disertasi Bahlil tetapi tidak akurat. Pasalnya data tersebut diduga tidak valid atau mengambil data dari pihak lain. Hal itu diperkuat dengan pernyataan pihak Jatam selaku pemilik data.

“Nah ini cumlaude nya kemana sekarang? Berarti kan tidak sempurna, berarti cumlaude-nya harus hilang. Tapi ini kan mempermalukan UI sebenarnya. Kenapa? Karena gelar doktor yang disetujui oleh UI adalah doktor cumlaude, direvisi menjadi doktor biasa, nah ini berarti ada suatu kesalahan yang dibuat oleh UI. Nah ini kita minta supaya Rektor UI ini kemudian harus mengantisipasi ini. Jadi nanti kita akan minta supaya rektor ini terbuka, wali amanat UI juga harus terbuka, apa sih hasil mereka melakukan penilaian dan investigasi terhadap gelar doktornya,” pungkasnya.(*)